Lampung Selatan,Benangbenangnews.Aksi Kamisan adalah bentuk protes damai yang telah menjadi simbol perjuangan masyarakat Indonesia melawan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan ketidakadilan.
Dilaksanakan setiap hari Kamis di depan Istana Merdeka, Jakarta, aksi ini dimulai pada 18 Januari 2007 oleh keluarga korban pelanggaran HAM.
Aksi ini kini telah menjadi gerakan kolektif yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis, mahasiswa, dan simpatisan.
Asal Usul dan Tujuan Aksi Kamisan Aksi Kamisan diprakarsai oleh keluarga korban pelanggaran HAM berat, seperti keluarga Munir, Marsinah, korban Tragedi 1965, tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, serta kasus penghilangan paksa pada era Orde Baru. Mereka menuntut negara untuk memberikan keadilan dan mengusut tuntas berbagai kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum terselesaikan.
Nama “Kamisan” merujuk pada hari Kamis, hari di mana aksi ini rutin dilaksanakan. Peserta aksi biasanya mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam sebagai simbol duka, perlindungan, dan protes atas kelalaian negara dalam menangani kasus pelanggaran HAM.
Ciri Khas dan Makna Simbolik Aksi Kamisan memiliki ciri khas sebagai aksi diam (silent protest). Peserta aksi berdiri dengan tenang, memegang poster berisi tuntutan atau pesan terkait keadilan dan HAM. Payung hitam yang mereka bawa melambangkan perlindungan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang kerap diabaikan.
Aksi ini tidak menggunakan kekerasan atau retorika agresif, tetapi fokus pada menyampaikan pesan moral dan politik secara damai. Cara ini menjadi bukti bahwa suara keadilan tidak harus disampaikan melalui kekerasan, tetapi bisa melalui konsistensi dan keberanian moral.
Perjuangan yang Belum Usai Meski telah berlangsung selama lebih dari 17 tahun, Aksi Kamisan masih relevan karena banyaknya kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas. Beberapa kasus, seperti penculikan aktivis 1997-1998, pembunuhan Munir, dan tragedi Mei 1998, masih menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban.
Upaya untuk membawa pelaku ke meja hijau sering kali terbentur oleh kurangnya kemauan politik, lemahnya penegakan hukum, dan ketertutupan sistem birokrasi.
Dukungan dan Penyebaran Gerakan Aksi Kamisan kini tidak hanya dilakukan di Jakarta. Gerakan ini telah menyebar ke berbagai kota di Indonesia, seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, hingga ke luar negeri, seperti Den Haag, Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa isu keadilan dan HAM bukan hanya masalah lokal, tetapi juga isu global yang menyentuh kemanusiaan secara universal.
Selain itu, berbagai organisasi HAM dan komunitas sipil turut mendukung aksi ini, menjadikannya gerakan kolektif yang lebih besar. Media sosial juga menjadi alat penting dalam menyebarkan informasi dan menggalang solidaritas untuk aksi ini.
Pesan dan Harapan Aksi Kamisan adalah pengingat bagi pemerintah dan masyarakat bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Gerakan ini mengajarkan pentingnya konsistensi, keberanian, dan solidaritas dalam memperjuangkan hak-hak korban pelanggaran HAM.
Harapannya, aksi ini dapat membuka mata hati pemangku kebijakan untuk segera menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terbengkalai. Lebih dari itu, Aksi Kamisan menjadi pengingat bagi generasi muda bahwa perjuangan melawan ketidakadilan adalah tanggung jawab bersama.
Kesimpulan Aksi Kamisan adalah simbol perjuangan masyarakat melawan pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang telah menjadi bagian penting dari sejarah demokrasi Indonesia.
Konsistensi dan kedamaian yang diusung oleh aksi ini menjadikannya inspirasi bagi banyak pihak untuk terus berjuang demi keadilan dan kemanusiaan. Seperti yang kerap digaungkan oleh peserta aksi: “Tidak ada keadilan tanpa pengakuan, tidak ada pengakuan tanpa perjuangan.”(*)
Tinggalkan komentar